Allah

Allah
Mari selalu dzikir kepada Allah setiap waktu

Minggu, 15 Agustus 2010

UNSUR THORIQOH II (ROBITHOH)

Dari segi bahasa makna rabithah adalah hubungan atau ikatan; terambil dari kata rabth yang berarti mengikat atau menghubungkan; [Al-Munawir Qamus ‘Arabi-Indunisi, hAL. 501]; Ungkapan rabithah al-mursyid, dengan demikian, menunjukan kepada makna menghubungkan diri dengan mursyid atau merabit dengan mursyid.

Di dalam al-Quran perintah melakukan rabithah diungkapkan melalui firman Tuhan:

Wahai orang-orang yang beriman, bersabarlah dan kuatkanlah kesabaranmu, serta merabitlah dan bertakwalah, agar kamu memperoleh kemenangan. (Ali Imran : 200).

Kata rabithu dalam ayat tersebut menurut Ibn Manzhur dalam Lisan al-Arab-nya bermakna hafizhu atau lazimu berkekalan/terus-menerus, yaitu al-muwazhabah ‘ala al-amr berkekalan/ terus-menerus melakukan sesuatu. Asal makna rabithu (ribath atau murabathah) adalah al-iqamah ‘ala jihad al-‘aduw (melakukan perang terhadap musuh) [Lisan al-Arab, juz VII: 303].

Pemahaman ideal mengenai maksud kata rabithu (ribath atau murabathah) dalam firman Allah tersebut, dengan menyimak makna-makna yang terkait dengan kata itu sendiri, muncul dalam thariqah, yaitu berkekalan/terus-menerus menghubungkan diri secara rohani dengan mursyid dalam rangka memerangi iblis sebagai musuh manusia yang paling nyata. Tidak ada musuh yang paling layak untuk selalu diwaspadai dan diperangi kecuali iblis la’natullah yang memang berusaha terus menghancurkan manusia.

Lebih jauh dapat dikatakan bahwa rabithah al-mursyid (merabit mursyid) pada dasarnya adalah berjamaah secara rohani dengan mursyid, yaitu imam-berimam dalam khafilah rohani Rasulullah SAW. Menunjuk kepada pengertian inilah Imam Ja’far al-Shadiq, tokoh sufi dari kalangan ahli bait Nabi SAW, yang dikutip oleh Abu Nu’aim al-Ishfahani dalam ensiklopedia orang-orang suci–nya yang berjudul Hilyat al-Awliya mengatakan:

Barangsiapa menjalani hidup dengan bergabung dalam batin (rohani) Rasul, maka dialah yang disebut orang sufi [Hilyat al-Awliya’, juz I hal. 20].

Di samping itu, dapat pula dikatakan bahwa rabithah al-mursyid (merabit mursyid) menunjuk kepada makna melibatkan Rasul SAW dalam setiap munajat dan ibadah agar munajat dan ibadah itu dapat langsung mendapat sambutan dari Allah sebagaimana yang diisyaratkan oleh firman Allah:

Andaikata mereka ketika menzalimi diri mereka datang kepadamu (Muhammad), kemudian mereka memohon ampun kepada Allah, dan Rasul pun memohon ampun untuk mereka, niscaya mereka mendapati bahwa Allah Maha Penerima Taubat dan Maha Penyayang. (Al-Nisa’ : 64).

Melibatkan Rasul SAW atau merabit mursyid dalam ibadah dapat disimak pula dari sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dan imam-imam hadis lainnya disebutkan bahwa ketika Umar meminta izin kepada Nabi saw untuk menunaikan ibadah umrah, Nabi SAW bersabda:

"Wahai saudara mudaku, serikatkan (libatkan) kami dalam doamu dan jangan lupakan kami [Sunan al-Tirmidzi, juz V: 559; Musnad Ahmad, juz II: 59; Sunan Ibn Majah, juz II: 966].

Dalam kasus yang berbeda, melibatkan Rasul SAW atau merabit mursyid dapat disimak dari kisah Umar ibn al-Khaththab r.a. yang melibatkan Paman Nabi SAW yang bernama Abbas ra. ketika ia berdoa memohon hujan:

"Ya Allah, dulu kami bertawassul kepada-Mu dengan nabi-Mu, lalu engkau memberi kami hujan. Sekarang, kami bertawassul kepada-Mu dengan paman nabi-Mu, maka berilah kami hujan. Mereka pun kata sang perawi hadis diberi hujan oleh Allah [Shahih al-Bukhari, juz I: 342, juz III: 1360; Shahih Ibn Hibban, juz VII: 110- 111 dan Sunan al-Baihaqii al-Kubra, juz III: 352, al-Mu’jam al-Kabir, juz I: 72].

Artinya, Umar melibatkan ‘Abbas ra. sebagai pengganti Rasul SAW untuk mendapatkan karunia Allah SWT berupa hujan. Dengan melibatkan ‘Abbas ra. sesungguhnya Umar ra . hendak bergabung dalam khafilah rohani Rasul SAW melalui orang yang masih hidup dan yang dicintai Rasul SAW meskipun Umar ra. sendiri memiliki kedudukan yang istimewa di sisi Rasul SAW.

Berdasarkan hal ini, maka orang-orang mukmin lainnya, apalagi yang hidup pada masa sekarang, sudah seyogianya mencari seorang hamba Allah SWT yang karena kecintaan dan ketaatannya kepada Allah SWT dan Rasul-Nya SAW layak dicintai oleh Allah SWT dan Rasul-Nya SAW dan layak pula menduduki posisi sebagai khalifah pengganti Rasul SAW.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar