Allah

Allah
Mari selalu dzikir kepada Allah setiap waktu

Sabtu, 23 Oktober 2010

"Barang siapa memandang pelaku maksiat dengan pandangan kebencian (tanpa harapan agar ia bertobat), Ia telah keluar dari jalur syariat yang benar." -Abdullah Al Maghribi-

Ketika memandang pembuat dosa, Ma'ruf Al Karkhi mendoakannya agar mendapatkan ampunan dan mengharapkan agar orang tersebut mendapat rahmat Allah. Dia berkata, Sesungguhnya Allah mengutus Muhammad SAW untuk menyelamatkan manusia dan menyayangi mereka, sedangkan setan di utus untuk menghancurkan manusia dan membinasakannya. Setan merasa gembira jika melihat mahluk dalam keadaan celaka."

Sekelompok orang mendayung sebuah sampan kecil di sungai Tigris. Sampan itu lewat di depan Ma'ruf dan muridnya. Ternyata mereka membawa khamar dan barang-barang haram. Muridnya berkata kepada Ma'ruf, "Mengapa Tuan tidak berdoa kepada Alah agar menimpakan bencana kepada mereka?"

Ma'ruf segera berdoa, "Ya Allah, sebagaimana Engkau telah membuat mereka bergembira di dunia, jadikanlah mereka bergembira pula kelak di akhirat."

Sang murid berkata, "Aku memohon kepada Tuan agar mendoakan kejelekan bagi mereka, akan tetapi, mengapa Tuan mendoakan kebaikan bagi mereka?"

Ma'ruf berkata,"Aku berlindung kepada Allah dari mendoakan kejelekan bagi sesama umat Islam."

Para sufi senantiasa menyayangi orang-orang islam, baik yang taat maupun yang berbuat maksiat. Mereka juga mendoakan semua binatang. Manusia paling penyayang adalah Rosulullah SAW. Tidak mengherankan jika orang-orang suka mendekati beliau dan berkumpul bersamanya daripada berkumpul bersama keluarga mereka sendiri.

Apabila Umar bin Abdul Aziz keluar rumah dan mendapatkan para pengawalnya tertidur semua, dia menggantikan menjaga mereka semalaman. Namun, hal itu tidak diketahui oleh mereka.

Diriwayatkan bahwa Nabi Musa AS pernah berdoa,"Wahai Tuhanku, tunjukkanlah kepadaku mahluk yang paling mencintaiMU!"

Allah berfirman,"Wahai Musa, makhluk yang paling mencintaiKU adalah orang yang jika mendengar saudaranya tertusuk duri, ia merasa sedih seakan-akan duri tersebut menusuknya pula."

Abu Abdillah bin 'Aun berkata,"Sesuatu yang paling pertama di angkat dari umat ini adalah rasa kasih sayang dan kesantunan jiwa." Hasan Al Bashri berkata,"Di antara ciri wali abdal adalah menyayangi semua umat islam, yang berbuat taat dan yang berbuat maksiat."

MENGENDALIKAN HAWA NAFSU

"Pahala tidak saja diberikan karena keberhasilanmu mengalahkan musuh. Ia juga diberikan karena kegigihanmu dalam menaklukkan nafsu." -Abu Malik Al Asy'ari-

Para sufi selalu mengerahkan segenap kemampuannya untuk mendisiplinkan jiwa dan menaklukkan nafsu. Mereka senantiasa berupaya keras agar dapat mengetahui gerak-gerik nafsu. Mereka tidak mau tunduk pada keinginan hawa nafsu. Mereka tidak mau bermimpi untuk mencapai derajat yang tinggi tanpa berupaya. Di antara derajat tinggi dalam ibadah adalah menaklukkan nafsu yang selalu bergejolak di dalam dada.

Nabi SAW bersabda,"Orang kuat adalah orang yang mampu menaklukkan hawa nafsunya." Sabdanya yang lain,"Pejuang sejati adalah orang yang sungguh-sungguh mencurahkan segenap kekuatan dan kemampuannya untuk beribadah kepada Allah dan mampu menahan syahwat nafsunya."

Umar bin Al Khattab berkata,"Perkara paling pertama yang diingkari oleh kalian dari makna jihad adalah mencurahkan segala kemampuan untuk menangkal ajakan-ajakan nafsu."

Muadz bin Jabal berkata,"Pada zaman sekarang, sangat sedikit orang berbuat kebaikkan dengan landasan sunnah. Pada umumnya, orang beramal atas dasar hawa nafsu. Mereka lebih suka beramal supaya mendapat pujian, baik dari Allah SWT ataupun manusia. Ketika meninggalkan dosa, mereka takut ejekan manusia, bukan takut kepada Allah atau karena patuh pada aturannya.Karena itu kita pantas mengistimewakan orang-orang yang beramal dengan landasan sunnah. Mereka punya sifat yang unik, yaitu tidak marah ketika keburukkannya diceritakan kepada orang lain."

"Ingatlah, Allah tidak mungkin dapat di rayu dengan rayuan gombal. Buat apa kita menyatakan cinta kepada-NYA, tetapi amalan kita tidak sesuai dengan ajaran-NYA. Kadang kita mencari ilmu bukan karena Alllah, tetapi untuk mencari pengakuan dari orang lain dan kesombongan diri. Jika demikian keadaannya, kita adalah orang yang paling pertama menyalakan api neraka."

Khasr Al Qori' berkata,"Menggali tanah dengan tangan lebih ringan daripada menahan gejolak nafsu." Yunus bin Abdillah berkata,"Dunia dipenuhi oleh keajaiban-keajaiban. Di antara yang paling ajaib adalah orang yang selamat dari rayuan jiwanya. Aku tidak heran dengan orang yang paling banyak beribadah malam dan puasa sunah. Aku sangat kagum kepada orang yang urung maksiat, sedangkan nafsunya terus menerus mendorongnya. Aku tidak heran dengan orang yang selalu melakukan ketaatan. Sebab, ketaatan punya ukuran yang jelas. Namun, aku sangat kagum kepada orang yang selalu menghindari maksiat. Sebab, untuk menghindari maksiat tidak ada ukurannya. Nafsu manusia ibarat anjing. Jika di beri makan, ia menggonggong; jika tidak, ia tetap menyalak."

"Nafsu adalah musuh yang paling sulit di taklukkan. Ia hampir selalu menang dalam pertarungan. Jika tidak di kurung dengan keimanan, ia akan liar dan beringas. Hanya nafsu yang mendapat kasih sayang Allah yang dapat dikendalikan.Karena itu, waspadalah engkau kepada nafsu. Sunguh-sungguhlah menghadapinya. Kobarkanlah semangatmu agar tidak kendur. Sesungguhnya nafsu selalu punya cara untuk berkilah agar dapat berkehendak bebas. Tidak ada musuh yang paling sengit menyerangmu selain nafsumu sendiri.. Ia tidak pernah menyerah dan tidak mau tunduk. Kalaupun terlihat tunduk, ia hanya pura-pura saja. Ia terus menerus mencari celah kelengahanmu. Berbagai kesempatan selalu digunakan oleh nafsumu untuk menjatuhkanmu," demikian kata Al Hakim At Turmudzi.

Al Muhasibi mengingatkan,"Ketika engkau sedang papa, nafsumu selalu menjanjikan kezuhudan. Namun, ketika engkau banyak harta, ia mendorongmu pada kerakusan. Ketika engkau belum berjaya, nafsumu selalu menjanjikan kesyukuran. Namun ketika engkau berkuasa, ia mendorongmu pada kekufuran. Ketika engkau tidak punya jabatan, nafsumu menjanjikan kewara'an. Namun ketika engkau punya kedudukan, ia mendorongmu pada kegegabahan. Nafsu selalu menjanjikankesalehan kepadamu ketika dirimu tak punya apa-apa. Sedangkan, ketika engkau banyak harta, ia selalu mendorongmu pada kemaksiatan."

"Waspadalah dengan nafsumu sendiri, sebab ia adalah musuh yang setiap saat mengikutimu ke mana pun engkau pergi. Di saat tidur, ia tidak pernah terlepas darimu. Ketika bangun, ia pun telah bersiap mengecohmu. Ketika akan tidur, ia bersiap mengantarkanmu tidur lelap dalam keadaan maksiat. Ingatlah! Jika engkau tidak waspada terhadap tipuan nafsu, ia akan melibasmu, kecuali engkau mendapat rahmat dari Tuhanmu."

Kamis, 07 Oktober 2010

HANYA ULIL ALBAB YANG BISA MENEMUKAN MUTIARA

Tahukah engkau siapa yang dimaksud dengan Ulil Albab (orang yang berpikir) ? Bahwa setiap orang memiliki kemampuan untuk berpikir, anak kecil juga tahu. Tapi mengapa posisi ulil albab ini memegang peranan penting ?

Ketika manusia melihat sebuah kerang, maka dalam otaknya akan bertanya, “Apa itu kerang”. Manusia dapat mengenal melalui panca indra. Mereka melihat, mendengar, merasa dan mencium segala sesuatu. Pengalaman panca indra ini akan melalui proses pemikiran, dan berubah menjadi pengetahuan tentang apa itu kerang ?

Indra akan menjawab bahwa kerang adalah suatu makhluk air yang berbentuk lonjong dan bercangkang keras. Lalu kenapa cangkang itu keras ? Mengapa bukan kulit yang lebih lembut seperti kulit binatang ?

Pertanyaan itu tidak terjawab oleh panca indra, karena peristiwa itu tidak langsung dapat ditangkapnya. Ternyata panca indra memiliki keterbatasan gerak, sehingga ia harus meminta tolong kepada alat gerak seperti tangan dan kaki untuk melakukan penyelidikan yang lebih jauh, untuk mengetahui apa yang sedang berlangsung di balik peristiwa-peristiwa itu. Maka dilakukan riset dan eksperimen. Tangan kemudian membuka cangkang kerang itu, kemudian ditemukan daging yang lunak dan mutiara.

Data yang dihasilkan oleh penyelidikan itu menjadi dasar pemikiran, yang bekerja secara sistematis dan mendasar. Dari data dan pemikiran itu terbentuklah pengetahuan ilmu. Gabungan indra dan alat gerak menghasilkan jawaban berupa ilmu, bahwa kerang memiliki cangkang yang keras untuk melindungi daging yang lunak, dan untuk melindungi mutiara. Tetapi tunggu, kenapa kerang hidup di air ? Apa itu air ? Kenapa H2O bisa bersenyawa, sedangkan manusia sangat kesulitan untuk memisahkan Hidrogen (H2) Dari oksigen (O). Ya, itulah hukum alam.

Ah, rupanya pertanyaan itu tak terjawab oleh ilmu. Kembali ilmu memiliki keterbatasan. Lalu ketika ilmu sampai pada batas akhir kemampuannya, maka pertanyaan itu diberikan kepada filsafat. 

Hukum alam adalah hukum materi atau dzat. Apa itu Dzat ? Dzat adalah hakikat dari segala yang ada. Ia adalah awal dari segala-galanya dan akhir tempat kembali segala-galanya. Ia adalah akhir dari segala yang ada, juga akhir dari segala pertanyaan. Apa yang mau ditanyakan lagi ? Dzat adalah hakikat, adalah awal, adalah akhir. Pertanyaan sampai pada ujungnya. Tak ada yang dipertanyakan lagi.

Hukum Alam adalah ketentuan maha ruh. Semua berasal dari-Nya dan kembali kepada-Nya. Pada segala sesuatu Dialah hakikatnya, Dia-lah pangkalnya. Dia-lah ujungnya. Yang nyata ini hanyalah manifestasi dari keberadaan-Nya. Inilah yang disebut sistem pengetahuan atau filsafat serba-ruh.

Nah akhi wa ukhti, ulil albab-lah yang memiliki pemikiran yang tidak berhenti. Manakala indra sudah mencapai batasnya, manakala eksperimen sudah mencapai batasnya, dan manakala apa yan dipikirkan sudah keluar dari alam, para ulil albab akan berkata, “Bukankah masih bisa dipikirkan ?”

Akhi wa ukhti ketahuilah bahwa yang dimaksud dengan ulil albab adalah orang yang ketika melihat sebuah kerang, maka ia tidak berhenti sampai di cangkang kerang. Ia akan terus membuka kerang itu, sehingga ia menemukan daging lunak dan mutiara di dalamnya. Ia mendapatkan sesuatu yang lebih berharga dari pada kulit luar yang ia lihat.

Demikianlah manusia selalu mencari cara untuk mencari kebenaran yang sifatnya hakiki. Sebenarnya sifat ingin tahu ini adalah suatu kebaikan, selama keinginantahuan tersebut tidak melintasi pagar agama yang telah ditetapkan.

Beranjak dari hal ini, maka ada sebagian orang yang ingin terus menggali untuk mendekati kebenaran. Timbullah inovasi-inovasi baru (orang menyebutnya sebagai Bid’ah). Kita lihat salah satu contoh inovasi-inovasi itu. Membukukan Al Qur’an dan Hadist tidak pernah diperintahkan Rasul. Peristiwa itu terjadi jauh hari setelah Rasul wafat. 

Atau contoh lain adalah pemisahan ayat-ayat Al Quran menjadi ayat-ayat makkiyah dan madaniah. Sesungguhnya pengertian atau pemahaman tentang hal tersebut kembali kepada hafalan para sahabat dan tabi’in (orang yang hidup satu masa dengan sahabat atau mengetahui para pembesar sahabat), dan sama sekali bukan merupakan sabda nabi saw., karena beliau pun semasa hidupnya tidak pernah memerintahkan untuk mencatat atau membukukan perbedaan makkiyah dan madaniah, apalagi Allah swt tidak menganggap dan menjadikan ilmu tersebut sebagai suatu fardhu atau kewajiban bagi setiap hamba-Nya untuk mengetahuinya. Meskipun ilmu ini juga menjadi kewajiban bagi sebagian ulama untuk mengetahui dan mengetahui secara detail tentang tarikh atau sejarah nasikh dan masukh. Dan kadang-kadang ilmu ini bisa dimengerti dan dipahami meski tanpa adanya nash dan sabda Rasulullah saw.

Apa-apa yang dianggap sebagai inovasi dalam hal pembagian ayat makkah dan madaniah ini berlangsung lebih jauh lagi. Ulama terbagi pendapatnya menjadi tiga bagian, yaitu:

1. Makkiyah adalah wahyu yang diturunkan sebelum hijrah, sedangkan madaniah adalah wahyu yang turun setelah hijrah. Meskipun turunnya itu di Makkah maupun di Madinah. Apakah itu pada saat penaklukan kota Makkah atau pada tahun-tahun terakhir Rasulullah saw di saat haji wada, atau ketika beliau sedang dalam salah satu perjalanan dari sekian banyak perjalanan beliau, ataukah sedang tidak dalam perjalanan.

2. Makkiyah adalah wahyu yang turun di makkah meskipun turunnya itu setelah hijrah, dan yang disebut madaniah adalah yang turun di madinah. Sedangkan wahyu yang turun ketika Rasulullah dalam perjalanan, maka ia tidak masuk ke dalam makkiyah maupun madaniah.
Makkiyah adalah wahyu yang khusus untuk penduduk mekkah dan sekitarnya, sedangkan madaniah adalah wahyu yang dikhususkan untuk penduduk madinah.

3. Ayat-ayat makiyah terkait erat dengan iman dan tauhid, sedangkan ayat-ayat madaniah terkait erat dengan aspek-aspek sosial. Walaupun demikian boleh jadi suatu ayat yang turun di Mekkah setelah periodisasi Madinah, akan masuk (dihukumi) ke dalam ayat Madaniyah, atau sebaliknya. Atau tentang ayat yang turun di Mekkah mengenai penduduk Madinah. Atau ayat yang turun di Madinah tetapi kandungannya menyerupai kandungan surat-surat Makkiyah. Atau surat-surat yang diturunkan secara terpisah atau sendiri, tidak disertai dengan ayat-ayat lain. Atau ayat-ayat madinah yang ada dalam surat makiyah. Atau ayat yang turun di Makkah, kemudian dibawa dan disebarkan di Madinah,Dan atau-atau lain, yang jika dihitung dan diklasifikasikan akan mencapai 25 bentuk dan rupa. Karena itu, jika diketahui jika metode terbaik menafsirkan Al Quran adalah dengan Al Quran lagi, maka suatu ayat makkiyah tidak dapat ditafsirkan dengan ayat Madaniyah.

Karena itu, ketika seorang mufasir (ahli tafsir) menjalankan metode tahlili, maka boleh jadi ia menemukan bahwa di dalam Al Quran terdapat dua ayat yang memiliki konteks yang sama, tetapi kedua ayat tersebut berbeda klasifikasi. Yang satu ayat makiyah dan yang lainnya madaniah. Walaupun keduanya memiliki konteks isi yang sama, namun pasti ada yang berbeda, walaupun satu kata. Hilangnya satu kata di salah-satu dari kedua-ayat tersebut akan menyebabkan perbedaan arti. 

Inilah pentingnya seorang mufasir (ahli tafsir) memiliki ilmu tentang pemisahan antara ayat makiyah dan madaniyah, karena perbedaan keduanya dan dapat menyebabkan salah penafsiran jika tidak disertai dengan ilmu, walaupun kedua ayat tersebut memiliki konsep yang sama.

Ketidakmengertian seseorang terhadap klasifikasi ayat ini dapat menyebabkan terjadinya mujadalah (jadal = debat). Hal ini menunjukkan bahwa walaupun seseorang adalah penghafal Al Quran, tetapi tanpa kemampuan membedakan antara ayat makiyah dan madaniyah, maka penafsirannya bisa jadi tidak sesuai dengan keadaan, sehingga salah dalam menghukumi sesuatu. Karena itu As Suyuti mengatakan : Barang siapa yang tidak memiliki ilmu tentangnya dan tidak mengenalnya, apalagi tidak bisa membedakan satu persatu dari masing-masing bentuk ilmu tersebut di atas, tidak dihalalkan baginya berkomentar tentang kitab Allah swt.

Cukuplah contoh itu, tak perlu diperpanjang lagi.

Nah, masihkan inovasi (bid’ah) tersebut menjadi momok ? Sampai-sampai bid’ah menjadi sesuatu yang ditakuti ? 

Bagi ana, ana akan ambil setiap bid’ah yang menghasilkan kebaikan. Jika pergi ke ruang angkasa adalah bid’ah karena tidak ada di zaman rasul, namun menghasilkan kebaikan, maka itu akan ana lakukan. 

Bagi ana, ana akan mengambil setiap perkataan yang baik, dari siapapun. Baik perkataan orang biasa, maupun perkataan nabi (hadist). Ana akan mengambil perkataan baik orang biasa itu walaupun tidak memiliki klasifikasi shoheh atau maudhu selama hal itu menghasilkan kebaikan dan tidak-terkait dengan instinbat (pengambilan hukum).

Kasihan sekali umat islam sekarang. Pola pikir tanpa ilmu seperti itu, hanyalah akan membuat umat semakin bodoh. Lihatlah kehidupan di zaman Rasul. Tampaknya istinbat (pengambilan hukum) tidaklah seruwet zaman sekarang. Semuanya berjalan lancar dan tenang. Semua inovasi tersebut hanyalah usaha manusia untuk mendekati kebenaran hakiki.

Benarlah. Hanya ulil albab yang akan menemukan mutiara berharga yang tersembunyi di dasar laut, dan memunculkannya ke permukaan. Dan benarlah, hanya orang yang berpikir, yang tidak membatasi diri dengan "HANYA MEMBACANYA", namun mampu MENEMUKAN MUTIARA di balik Al Quran dan Al Hadist, dan tidak sebatas menakut-nakuti orang dengan istilah bid’ah dan maudhu.

Wahai Kekasihku,
Tak ada yang sepenuhnya mampu
mengerti dawai firman-Mu
Sebab sebelum sampai pada hakikat mengerti
Mereka telah hancur
Oleh pembatasannya sendiri.....