Allah

Allah
Mari selalu dzikir kepada Allah setiap waktu

Kamis, 11 November 2010

MINIMAL 5 ILMU YANG HARUS DIKUASAI SEORANG MUJTAHID

1. Bahasa (gramatika seperti Nahwu dan Sharf) dan sastra Arab (seperti Balaghah yang terdiri dari ilmu Bayan, Ma'ani, Badi').

Ilmu Sharf adalah ilmu tentang perubahan bentuk sesuai dengan waktu; lampau, sedang (berlangsung), perintah, kata kerja, kata pelaku dan sebagainya. Ilmu Nahwu adalah ilmu tentang perubahan akhir huruf setiap kata (dan jumlah kata) seperti mubtada', fa'il, dan sebagainya, serta perbedaan-perbedaan pendapat menyangkut masalah-masalah penting di dalamnya. Ilmu Balaghah adalah ilmu kesusasteraan. Ilmu Bayan adalah ilmu cabang dari ilmu Balaghah yang mempelajari cara berkomunikasi dan tutur kata supaya dipahami dengan sempurna. Ilmu Ma'ani adalah ilmu yang mengajarkan teknik memperindah bahasa dan kata, bersyair, menyusun puisi dan sebagainya.

Ilmu Bahasa dan Satra Arab sangat diperlukan calon mujtahid, mengingat sebagian besar hukum syari'at hanya dapat ditemukan dan disimpulkan melalui pemahaman dan penguasaan arti yang tersurat (lahiriah) atau yang tersirat (batiniyah) dari ayat-ayat Al Qur'an dan riwayat-riwayat hadits. Bahasa Arab -sebagaimana bahasa-bahasa lain- sebagai media komunikasi populer juga tidak terlepas dari kontaminasi. Dengan demikian ilmu Bahasa dan Satra Arab wajib dipelajari dan dikuasai calon mujtahid, siapa pun dia, bangsa arab atau bukan.

2. Ushulul-Fiqh (ilmu dasar-dasar penyimpulan hukum).

Ilmu dasar-dasar hukum syari'at ini dalam syllogisme demonstrable (al qiyas al burhani) terletak sebagai proposisi mayor (al qadhiyah al kubra), sebagaimana telah dijelaskan dalam ilmu logika (manthiq). Ilmu inilah yang menentukan benar atau tidaknya suatu teks riwayat yang akan digunakan sebagai dasar penyimpulan hukum. Ilmu ini bersifat shopistik dan tidak mengandung arti.

3. Ilmu Dirayah (ilmu tentang riwayat serta kategori-kategorinya) dan ilmu Rijal (ilmu tentang identitas para pembawa riwayat).

Karena sebagian besar riwayat-riwayat yang mengisi khazanah periwayatan umat (Imamiah) termasuk dalam kategori ahad (periwayatan individual) dan bukan kategori mutawatir (periwayatan kolektif) baik dari segi matan (teks) maupun sanad (perawi), maka calon mujtahid harus menguasai ilmu rijal dan ilmu dirayah.

Studi terhadap riwayat dan berbagai macamnya secara mendasar sangat diperlukan karena secara global didapati adanya riwayat yang tidak sahih dalam khazanah hadits umat Islam. Bila seorang mujtahid telah mengetahui secara rinci dan mendapat kemantapan akan keshahihan sebuah (beberapa) riwayat, maka dia bisa menjadikannya sebagai sumber penyimpulan hukum syar'i. setelah memastikannya sebagai ucapan Nabi atau Imam.

4. Ilmu Manthiq (Logika), yaitu ilmu tentang teknik berfikir yang benar.

Seorang faqih sangat perlu mengetahui beberapa pembahasan ilmu ini yang erat kaitannya dengan tujuan penyimpulan, seperti pembahasan-pembahasan mengenai syllogisme demonstrable (al qiyas al burhani), pembahasan tentang pembagian dan sebagainya.



Hujjatul Islam Imam Ghozali berfatwa "Barang siapa yang tidak mengerti ilmu manthiq, maka belum dapat diterima kadar keilmuannya, karena ia tidak dapat membedakan mana pengetahuan yang benar dan mana pengetahuan yang salah".



Abdurrahman al Akhdhari menulis dalam Nazhm Sullam al Munawwaraq-nya, “Fungsi manthiq bagi akal sama halnya dengan fungsi nahwu bagi lisan. Manthiq berfungsi memelihara akal dari kesalahan-kesalahan berfikir dan menyingkap kandungan-kandungan ucapan yang sulit difahami. Karena itu pelajarilah dasar-dasar dan kaidah-kaidahnya”.
Mengacu pada ungkapan Akhdhari, dengan demikian Manthiq dapat didefinisikan “Ilmu yang mempelajari dasar-dasar dan kaidah-kaidah yang berfungsi untuk menjaga akal dari kesalahan-kesalahan berfikir.” Sedangkan kata “manthiq” sendiri dalam bahasa arab berasal dari kata “nathaqa” yang berarti “ucapan”. Memang benar, ilmu manthiq muaranya adalah dapat membedakan mana ucapan yang benar dan mana ucapan yang salah.



5. Ilmu Matematika.

Muhammad Baqir Shadr mengategorikan sebagai salah satu landasan ijtihad. Dalam bukunya yang berjudul "Al Ushul Al Manthiqiyah Li Al Istiqra" (dasar-dasar rasional induksi) beliau memasukkan hitungan perkiraan-perkiraan matematika rasional dalam pembahasan-pembahasan ushul, seperti pembahasan-pembahasan tentang ijma', syuhrah dan sebagainya. Itulah sebabnya, dimasa mendatang Ilmu Matematika akan menjadi salah satu ilmu yang mendasari ijtihad, insya Allah.

Tindakan Sayyid Muhammad Baqir Shadr ini mirip dengan langkah Al Muhaqqiq Husein Al Khunsari (wafat tahun 1098 H) yang memasukkan pemikiran-pemikiran filosofis Islam ke dalam pembahasan-pembahasan Ushul-Fiqh, dalam bukunya " Al Masyariq Asy-sumus fi Syarhi Ad Durus". Pada awalnya buku itu mendapat kritikan dari para pendukungnya yang kemudian mereka kembangkan hingga menjadi konsensus dan disahkan.

Kelima macam ilmu diatas merupakan unsur-unsur utama ijtihad. Selain itu masih ada beberapa hal yang bermuara kepada ilmu-ilmu tersebut, misalnya memperbanyak operasi penyimpulan, mengadakan mubahtsah (diskusi) sebanyak mungkin agar dapat saling memberikan kritik, pembenaran, penyempurnaan dan pengesahan.

Ada beberapa hal yang bertalian erat dengan bakat-bakat alami yang tidak bisa diperoleh melalui pencarian atau belajar iktisabiah. Bakat-bakat seperti itu juga sangat menentukan keberhasilan seseorang untuk mencapai tingkat mujtahid, seperti kecerdasan yang maksimal, ketangkasan nalar, kejelian analisa dan sebagainya. Kapasitas kecerdasan dan tingkat kejelian yang berbeda-beda, sehingga diantara mereka lebih banyak yang gugur ditengah ujian yang harus ditempuh. Diantara mereka ada yang tidak mampu berpindah dari status muqallid, ada yang hanya mencapai status muhtath, ada pula yang mampu berijtihad walaupun sifatnya parsial dan ada pula yang berhasil menjadi mujtahid-mujtahid mutlak, bahkan menjadi panutan (muqallad), meski yang demikian jarang dan terbatas.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar